Selasa, 01 Maret 2011
How to raise the children (properly)?
Beberapa waktu lalu saya (dan partner) maen ke salah satu rumah makan ternama di jogja. Sore itu, kebetulan lagi sepi pengunjung. Tapi ada seorang anak perempuan mondar-mandir, mungkin anaknya pemilik ato pengelola rumah makan itu.
Anaknya agak gendut, berkacamata, dgn rambut keriting yg dikucir belakang. masih pake seragam pramuka, mungkin sekitar kelas 4-6 SD. sebut lah anak ini sebagai ”si kecil”
Dia berjalan dengan dada membusung, yang artinya ada dua kemungkinan : satu, dia sedang dalam masa pubertas, peralihan dari masa anak-anak menuju remaja, di mana ”dadanya” emang mulai berkembang. ato kemungkinan kedua, yg dalam bahasa nonverbal, membusungkan dada dapat diartikan sebagai sikap ”arogan” atau ”sombong”.
Saya gak begitu tau persisnya.
Dan gak penting juga utk dibahas.
Heheee..
Si kecil sempat menghilang beberapa saat, kemudian dateng lagi sambil bawa papan tulis kecil. Dia mendekati salah seorang mas2 pelayan di situ.
”eh, sini kamu!! Kamu itu harus belajar ini!! Ngerti gak? Ini namanya matematika! Kamu harus belajar ini, itu ngapain kamu?”
Begitu kata si kecil sambil nunjuk2 papan tulis yg dibawanya
Buseeeeeettt.. galak bener!!
”siniiiiiiii!!!” Si kecil kemudian narik2 tangan mas tsb.
Mungkin dia bermaksud ngajak bermain si mas2 tadi krn ga ada teman sebaya yg bisa diajak maen.
Wawwww, cuma caranya itu lhooo.. kecil2 kok sudah segalak itu. Agak mengejutkan bwt sy.
Rupanya si mas2 tidak terlalu menanggapi si kecil. Secara, job desk dia sebagai waiter pastilah tidak mencakup “menemani anak majikan bermain” to yaaa..
Akhirnya si kecil pun mondar-mandir lagi gak jelas
Dan tiba2, si kecil muncul, dengan berkacak pinggang
”heh!! Kamu!! Mau gajian nggak?? Kalo mau, sini kamu!!”
Oh, rupanya hari itu adalah hari gajian utk para karyawan. di belakang, terlihat seorang perempuan yg berpenampilan modis (yg dlm bayangan sy, di jidatnya ada tulisan ”orang kaya”) sedang menghitung2 amplop berisi uang. Sepertinya ibunya si kecil.
Keliatannya dia gak ”ngeh” dengan tingkah anaknya. Entah gr2 terlalu khusyu’ ngitung2 duit sambil sesekali menulis sesuatu di sebuah buku catatan. Ato.. emang dia gak mau tau, anaknya mw jungkir-balik kaya apa juga bodo amat!
”sini kamuuuuu.. mau uang gak? Kalo mau cepet sana!!”
Si kecil berteriak lagi, sambil nunjuk2 ke arah ibunya.
Hmmmmm... kok jd mirip peran2 ibu tiri yg kejam ky di sinetron yah? Bedanya, kali ini peran ibu tiri galak itu benar2 nyata dan diperankan oleh anak kecil yg baru berusia 11-12 tahun.
Mungkin si kecil memang belum memahami perbedaan konsep “baby sitter” dgn “waiter”.
Dan dengan sederhananya berpikir bahwa “yang kerja di tempat ibuku itu pelayanku, jadi harus nurut sama aku, harus mau disuruh2”. Gak peduli usia si mas yg lebih tua sekalipun, gak peduli dgn etika dan sopan santun.
Mungkin keluarganya tipikal orang kaya yg arogan, shg anaknya pun ikut2an jadi arogan krn nyontek sifat orang2 dewasa di sekelilingnya. Mungkin juga si ibu tipe orangtua yg cuek, yg anaknya entah tumbuh seperti apa, asal sehat, gak jadi masalah
Mungkin juga si kecil termasuk tipe anak nakal, ngeyelan. Sudah dididik dgn baik tapi tetep aja bandel.
Ada begitu banyak kemungkinan, spekulasi2 gak jelas yg melintas di benak sy
Tapi.. sy jadi mikir “ini anak besok gedenya bakalan jd ky gimana ya? Kecil2 udah kaya gini”
Mmmm.. diibaratkan seperti membuat lukisan. Dari kanvas putih kosong. Diperlukan imajinasi, mau diisi apa kanvas itu.
Kemudian mulailah membuat sketsa garis2. beberapa garis yg salah masih bisa dihapus atau ditimpal dgn garis lain, tapi sebagian mungkin sudah terlanjur tergores dan membekas.
Garis2 itu berpadu menjadi sebuah bentuk, kemudian diberi warna, mencari perpaduan yg sempurna.
Hasilnya? tidak semua orang yg melukis bisa menciptakan karya sesuai dengan imajinasinya. Bahkan ada yg lukisannya ”gak jadi” dan memilih mengganti dgn kanvas baru.
Tapi ada juga yg berhasil menciptakan lukisan indah sesuai dgn apa yg diinginkannya. meramu garis, warna, bentuk, hingga menimbulkan decak kagum orang2 yg melihatnya sekaligus kepuasan batin sang kreator.
Mungkin seperti itulah sulitnya mendidik seorang anak. Tidak semua orang tua berhasil melukis kanvas kosong yg bernama ”anak”. membentuk karakter mereka, mengajarkan mana yg boleh dan tidak boleh dilakukan, yg baik dan buruk. Mendidik ttg nilai agama, moral, dan kesopanan.
Hingga akhirnya menciptakan anak se-arogan si kecil, yg entah besok gedenya akan jadi seperti apa lukisan berjudul ”si kecil” ini. Ato seperti Sinar, anak berusia 6 th yg sempet jadi pemberitaan gr2 di usia sekecil itu sudah bisa ngurus ibu dan adek2nya dgn keterbatasan yg mereka miliki, ato anak2 seperti kita..
Terlepas dari mana yg benar dan salah, ternyata jadi orang tua tidak mudah.. dan kita baru bisa merasakannya ketika kita sudah benar2 berganti status, dari ”anak” menjadi ”orangtua”.
*gambar diambil dari http://mirananana.blogspot.com/2010/07/precious-as-child.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar